Tampilkan postingan dengan label uu perda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label uu perda. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Agustus 2012

Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah menerapkan Pajak sarang burung Walet

Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah menerapkan pajak yang unik. Pajak dipungut dari sarang burung Walet yang banyak dikembangkan di Kebumen. Bagi pengusaha dan pengelola sarang burung Walet dikenakan pajak.  
Logo Kab. Kebumen, Kota Sata, Kota Genteng Sokka

Yang dimaksud pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. . Burung Walet ini termasuk ternak atau dibudidayakan dan menghasilkan keuntungan ekonomi yang tinggi. Burng Walet sendiri jenis burung dalam kelompok satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga (walet sarang putih), collocalia maxina (walet sarang hitam), collocalia esculanta (sriti), dan collocalia linchi.

Yang menjadi OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK dijelaskan pada pasal 2 yaitu: nama Pajak Sarang Burung Walet dipungut Pajak atas setiap pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Pasal 3 (1) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. (2) Tidak termasuk Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilan sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pasal 4 (1) Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. (2) Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. BAB III DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 5 (1) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet. (2) Nilai Jual Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang Burung Walet yang berlaku di Daerah dengan volume sarang Burung Walet. (3) Ketentuan mengenai harga pasaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 6 Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Pasal 7 Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Kemudian dalam bab selanjutnya dijelaskan bila dari pengusaha atau pengelola burung walet dapat mengajukan keberatan atas pajak. Tata cara pengajuan KEBERATAN DAN BANDING dipaparkan pada pasal 18 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. SKPDKB; b. SKPDKBT; c. SKPDLB; d. SKPDN; dan e. pemotongan atau pemungutan oleh Pihak Ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan Surat Keberatan. Pasal 19 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya Pajak yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Sumber: perda Kebumen, nomor 12 tahun 2012.


Minggu, 26 Agustus 2012

Teknik Penyusunan Pembentukan Perundangan Peraturan Daerah Kabupaten Kota

TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDAN GUNDANGAN, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
1. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
2. Sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut:
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Uraian singkat setiap bagian:
1. BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian.
A. Latar Belakang Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah tertentu. Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah suatu Peraturan Perundang-undangan memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4 (empat) pokok masalah, yaitu sebagai berikut: 1) Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. 2) Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut. 3) Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah. 4) Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut: 1) Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut. 2) Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. 3) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah. 4) Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah. Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
D. Metode Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundangundangan (normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang diteliti.

2. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab berikut: A. Kajian teoretis. B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma. Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian. == C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat. D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. 3. BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundangundangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Undang-Undang dan Peraturan Daerah baru dengan Peraturan Perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari Peraturan Perundang-undangan yang ada, termasuk Peraturan Perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan Perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak bertentangan dengan Undang- Undang atau Peraturan Daerah yang baru. Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui posisi dari Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang baru. Analisis ini dapat menggambarkan tingkat sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang ada serta posisi dari Undang-Undang dan Peraturan Daerah untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang akan dibentuk.

4. BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Landasan Sosiologis. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
C. Landasan Yuridis. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Selanjutnya yang lengkap bisa download disini
UU no 11 tahun 2011  ttg Pembentukan UU Perda Kota dan Kabupaten
UU no 11 tahun 2011  ttg Pembentukan UU Perda Kota dan Kabupaten Lampiran 1
UU no 11 tahun 2011  ttg Pembentukan UU Perda Kota dan Kabupaten Lampiran2


Twitter Delicious Digg Favorites More