Tampilkan postingan dengan label kumpulan uu 2001. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kumpulan uu 2001. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Agustus 2012

Kumpulan UU tahun 2001

Dalam rangka meningkatkan kerjasama di bidang hukum Indoensia telah melakukan kerjasama denga negara-negara lain. salah satunya dengan Hongkong, yaitu perjanjian ekstradisi dalam pengerjaran dan penangkapan buron kejahatan. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Hongkong mengadakan Persetujuan untuk Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Hongkong for the Surrender of Fugitive Offenders) yang telah ditandatangani di Hongkong pada tanggal 5 Mei 1997.


Dasar umum dari Pembangunan Hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, diarahkan pada terwujudnya Sistem Hukum Nasional yang antara lain dilakukan dengan pembentukan hukum baru, khususnya produk hukum yang sangat dibutuhkan untuk mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional; Produk hukum nasional tersebut, harus dapat menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran yang diharapkan mampu mengamankan dan mendukung penyelenggaraan politik luar negeri yang bebas aktif untuk mewujudkan tatanan dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; Dalam era globalisasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi baik dibidang transportasi, komunikasi, maupun informasi semakin canggih, telah menyebabkan wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang lain seakan-akan tanpa batas, sehingga memudahkan lalu lintas manusia dari satu negara ke negara lainnya. Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak negatif yang dapat merugikan orang perorangan, masyarakat, dan atau negara. Hal ini ternyata dapat dimanfaatkan pula secara tidak bertanggung jawab oleh para pelaku tindak pidana dalam upaya meloloskan diri dari proses peradilan dan menjalani pidana di negara tempat seseorang melakukan tindak pidana. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Hongkong mengadakan Persetujuan untuk Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Hongkong for the Surrender of Fugitive Offenders) yang telah ditandatangani di Hongkong pada tanggal 5 Mei 1997. Persetujuan tersebut bertujuan meningkatkan kerja sama dalam penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan, yaitu dengan cara mencegah lolosnya pelanggar hukum dari proses peradilan dan menjalani pidana. Dengan adanya persetujuan penyerahan pelanggar hukum yang melarikan diri tersebut, diharapkan hubungan dan kerja sama yang lebih baik antara kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan dapat ditingkatkan. Persetujuan ini selain dapat memenuhi tuntutan keadilan juga dapat menghindari kerugian-kerugian yang disebabkan lolosnya tersangka, terdakwa, terpidana, atau narapidana. Beberapa hal penting dari Persetujuan Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri adalah : 1. Bentuk dan Nama Pada umumnya kesepakatan antar negara untuk saling menyerahkan pelanggar hukum yang melarikan diri dibuat dalam bentuk Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty) khusus kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Hongkong untuk saling menyerahkan pelanggar hukum yang melarikan diri dibuat dalam bentuk Persetujuan Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Surrender of Fugitive Offenders Agreement). Hal tersebut karena Hongkong bukan merupakan negara yang berdaulat penuh, sehingga selama ini setiap kesepakatan yang dibuat antara Hongkong dengan negara lain untuk saling menyerahkan pelanggar hukum yang melarikan diri dibuat dalam bentuk Persetujuan Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Surrender of Fugitive Offenders Agreement) dan bukan dalam bentuk Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty). 2. Pelanggaran Hukum yang Dapat Diserahkan.

Di dalam Persetujuan ini ditegaskan bahwa pelanggaran hukum yang dapat diserahkan adalah pelanggaran yang dapat dihukum menurut hukum Indonesia dan hukum Hongkong yakni berdasarkan asas tindak pidana ganda (double criminality) dan pelanggaran hukum tersebut diancam dengan pidana penjara lebih dari 1 (satu) tahun atau dengan pidana lebih berat. Jenis pelanggaran hukum yang dapat diserahkan berjumlah 44 (empat puluh empat) jenis pelanggaran hukum. 3. Hak untuk Menolak Menyerahkan Warga Negaranya (Pasal 4). Masing-masing pihak dalam persetujuan berhak menolak untuk menyerahkan warga negaranya. Dalam Persetujuan ini, Pihak Diminta untuk melaksanakan penyerahan berhak untuk mempertimbangkan apakah akan menyerahkan atau tidak warga negaranya. Pihak Diminta harus menyerahkan atau tidak warga negaranya. Pihak Diminta harus menyerahkan kasusnya kepada instansi yang berwenang di wilayahnya. 4. Pelanggaran yang Diancam Dipidana Dengan Pidana Mati (Pasal 5). Persetujuan ini mengatur bahwa penyerahan pelanggar hukum tidak akan dilaksanakan terhadap pelanggar hukum yang diancam dengan pidana mati, kecuali jika Pihak Peminta memberikan jaminan bahwa pidana mati tidak akan dijatuhkan atau jika dijatuhkan tidak akan dilaksanakan. 5. Pelanggar Hukum yang Berlatar Belakang Politik (Pasal 7). Apabila pelanggaran hukum yang didakwakan atau dipersalahkan adalah pelanggaran politik atau pelanggaran yang bersifat politik, maka pelanggar hukum tidak akan diserahkan. Mengambil nyawa atau percobaan mengambil nyawa Kepala Negara dan seorang kerabat dekat Kepala Negara tidak akan dianggap sebagai pelanggar politik atau suatu pelanggaran yang bersifat politik karena itu pelakunya dapat diserahkan.


Twitter Delicious Digg Favorites More