Tampilkan postingan dengan label pengakuan manfaat pengobatan tradisional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengakuan manfaat pengobatan tradisional. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 08 September 2012
Pelayanan kesehatan tradisional telah diakui keberadaannya sejak dahulu kala
22.15
Pembelajar Jogja
Pelayanan kesehatan tradisional telah diakui
keberadaannya sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Sampai saat ini pelayanan
kesehatan tradisional terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi
disertai dengan peningkatan pemanfaatannya oleh masyarakat sebagai imbas
dari semangat untuk kembali menggunakan hal-hal yang
bersifat alamiah atau dikenal dengan istilah ’back to nature’.
Dalam dunia internasional, perkembangan pelayanan
kesehatan tradisional juga telah mendapat perhatian dari berbagai negara. Dari
hasil kesepakatan pertemuan WHO Congress on Traditional Medicine di
Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan
tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem
pelayanan kesehatan. Dari pertemuan WHA pada tahun 2009 disebutkan dalam salah
satu resolusinya bahwa WHO mendorong negara-negara anggotanya agar
mengembangkan Pelayanan Kesehatan Tradisional di negaranya sesuai kondisi
setempat.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mempunyai
tugas untuk melaksanakan program pembinaan terhadap pelayanan kesehatan
tradisional. Hal ini bertujuan agar pelayanan kesehatan tradisional dapat
diselenggarakan dengan penuh tanggungjawab terhadap manfaat, keamanan dan juga
mutu pelayanannya sehingga masyarakat terlindungi dalam memilih jenis pelayanan
kesehatan tradisional yang sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat juga
perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menggunakan dan
mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional dan pemerintah mempunyai
kewajiban untuk melakukan penapisan, pengawasan, dan pembinaan yang baik
sehingga masyarakat terhindar dari hal-hal yang merugikan akibat
informasi yang menyesatkan atau pelayanan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan
DASAR HUKUM PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun
2009 tentang kesehatan terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang Pelayanan
Kesehatan tradisional yaitu pada pasal 1, 48, 59, 60 dan 61. Pada pasal 1
butir 16 yang disebutkan bahwa ”Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan
dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat”. Dalam pasal
48 juga disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu
penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam pasal 59 disebutkan bahwa pelayanan
kesehatan tradisional terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Pelayanan Kesehatan
Tradisional Keterampilan dan Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan. Dalam
pasal ini juga disebutkan bahwa seluruh jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional
dibina dan diawasi oleh Pemerintah, agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat
dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. Dalam pasal
60 dan 61 disebutkan bahwa orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional
harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dan masyarakat diberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan
pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya.
Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan, antara
lain: Jamu, Gurah, Homeopathy, Aroma Terapi, SPA terapi, dan metode lain yang
menggunakan ramuan. Sedangkan yang termasuk dalam Yankestrad Keterampilan, antara
lain: akupunktur, chiropraksi, pijat urut, shiatsu, patah tulang, dukun bayi,
battra sunat, refleksi, akupressur, bekam, apiterapi, penata kecantikan
kulit/rambut, tenaga dalam, paranormal, reiki, qigong, kebatinan, dan metode
lainnya yang mengunakan keterampilan.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PELAYANAN KESEHATAN
TRADISIONAL MELALUI TOGA
Pelayanan Kesehatan Tradisional sendiri dapat
digunakan masyarakat dalam mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri
(self-care), baik untuk pribadi maupun untuk keluarga melalui pemanfaatan Taman
Obat Keluarga (TOGA). Hal ini sangat berguna, khususnya di daerah yang
mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan.
Bila dilihat lebih jauh manfaat TOGA dalam mendukung
masyarakat yang sehat secara mandiri, akan berdampak pada upaya untuk
mewujudkan pencapaian tujuan MDG’s di bidang Kesehatan, yaitu
Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, Menurunkan Angka Kematian Anak,
Meningkatkan Kesehatan Ibu, dan Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit
Menular Lainnya.
Upaya dukungan dari Pelayanan Kesehatan Tradisional
dalam mencapai tujuan MDG’s antara lain perawatan ibu setelah
bersalin dengan memanfaatkan daun Katuk dan Lobak sebagi sayur dan biji jagung
tua yang disangrai untuk memperlancar keluarnya ASI dalam mendukung pencapaian
ASI Eksklusif. Pemanfaatan daun Kacang Panjang, daun Dadap Serep, dan
Bawang Merah untuk mengobati payudara bengkak (mastitis) dengan cara ditumbuk
dan ditempelkan ke seluruh payudara, kecuali pada puting susu. Jeruk
nipis dicampur dengan kapur sirih dan minyak kayu putih juga dapat dimanfaatkan
untuk perawatan perut setelah melahirkan. Dalam menjaga kesehatan anak, bisa
menggunakan Temulawak dan Beras Kencur untuk menambah nafsu makan. Jika anak
demam, dapat diobati dengan memanfaatkan daun Sambiloto dan Pule yang didihkan
dengan air kemudian diminum, selain itu dapat memanfaatkan daun Dadap Serep dan
daun Kembang Sepatu yang diremas-remas dan ditempelkan di kepala anak.
Pemanfaatan pijat pada anak yang sudah ada turun temurun di Indonesia untuk
memperlancar peredaran darah dan meningkatkan kebugaran pada anak. Pemanfaatan
daun Jambu Biji yang masih muda dapat digunakan dalam penanggulangan diare pada
Balita sedangkan untuk mengobati disentri, bisa memanfaatkan daun Sambiloto
kering yang direbus atau menggunakan daun Patikan Cina yang dicampur dengan
Bawang Merah dan Pulosari. Tanaman Serai dan Lavender bisa dimanfaatkan sebagai
pengusir nyamuk. Pemanfaatan TOGA/Jamu untuk memelihara kesehatan yang
berimplikasi pada peningkatan Usia harapan Hidup seperti daun Landep Segar dan
Gandarusa sebagai obat pegal linu dan masih banyak hal-hal lain dari bumi
Indonesia yang belum tergali pemanfaatannya untuk kesehatan.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAYANAN KESEHATAN
TRADISIONAL
Dalam kebijakan Kementerian Kesehatan RI, pembinaan
dan pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dilakukan melalui 3 (tiga)
pilar. Pilar pertama adalah Regulasi, adapun dukungan regulasi terhadap
Pelayanan Kesehatan Tradisional telah dituangkan dalam Undang-Undang RI No. 36
tahun 2009 yang telah disebutkan diatas, SKN tahun 2009 yang menyebutkan bahwa
Pengobatan Tradisional merupakan bagian sub sistem Upaya Kesehatan, Kepmenkes
RI Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
dan Kepmenkes No 1/2010 tentang Saintifikasi Jamu berbasis pelayanan.
Pilar kedua adalah Pembina Kemitraan dengan berbagai Lintas Sektor terkait dan
organisasi (asosiasi) pengobat tradisional termasuk pengawasan terhadap tenaga
pengobat tradisional baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar
negeri. Pilar ketiga adalah Pendayagunaan Sentra Pengembangan dan Penerapan
Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) untuk menapis metode Pelayanan Kesehatan
Tradisional di masyarakat dan melakukan pembuktian melalui pengkajian, penelitian,
uji klinik, baik terhadap cara maupun terhadap manfaat dan keamanannya. Pada
saat ini sudah ada 11 Sentra P3T tersebar di 11 Provinsi yaitu Sumatera Utara,
Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali, NTB, Maluku, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tenggara serta adanya Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat
(BKTM) di Makassar dan Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) di
Palembang.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan
tradisional dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat rumah tangga,
masyarakat, Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi
& Kementerian Kesehatan bersama lintas sektor terkait dan mengikut sertakan
asosiasi pengobat tradisional. Sementara ini Kementerian Kesehatan telah
bermitra atau bekerja dengan beberapa jenis Asosiasi Pengobat Tradisional
(Battra) yang terkelompokkan sesuai dengan metodenya masing-masing. Diharapkan
asosiasi Battra bisa membantu Kementrian Kesehatan dalam pembinaan pengobat di
Indonesia namun harus selalu dievaluasi kemitraannya. Terdapat asosiasi Battra
yang ada antara lain :
1.
Ikatan Homoeopathy Indonesia (IHI)
2.
Persatuan Akupunktur Seluruh Indonesia (PAKSI)
3.
Perhimpunan Chiroprakasi Indonesia (Perchirindo)
4.
Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI)
5.
Persatuan Ahli Pijat Tuna Netra Indonesia (Pertapi)
6.
Asosiasi Praktisi pijat Pengobatan Indonesia (AP3I)
7.
Asosiasi Reiki Seluruh Indonesia (ARSI)
8.
Asosiasi SPA Terapis Indonesia (ASTI)
9.
Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia
(ASPETRI)
10. Ikatan
Pengobat Tradisional Indonesia (IPATRI)
11. Forum
Komunikasi Paranormal dan Penyembuh Alternatif Indonesia (FKPPAI)
12. Asosiasi
Therapi Tenaga Dalam Indonesia (ATTEDA)
13. Asosiasi
Bekam Indonesia (ABI)
14. Persatuan
Ahli Kecantikan Tiara Kusuma.
Selain itu untuk pengawasan pengobat tradisional,
Kementerian Kesehatan juga berkerjasama dengan Kantor Imigrasi, Mabes POLRI,
Kejaksaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terutama untuk pengawasan
Pengobat Tradisional Asing yang datang ke Indonesia.
Setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai
pengobat tradisional harus memiliki SIPT/STPT (Surat Izin/Terdaftar Pengobat
Tradisional) yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Sampai saat ini, metode Pelayanan kesehatan tradisional yang telah diakui
manfaat dan keamanannya oleh Indonesia adalah akupuntur. Oleh karena Untuk SIPT
hanya dikeluarkan untuk Battra jenis akupuntur yang telah dilengkapi dengan
sertifikat kompetensi, selain jenis akupuntur saat ini hanya mendapatkan STPT.
Untuk Pengobat Tradisional Asing yang akan masuk ke Indonesia, harus memiliki
rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Rekomendasi ini bisa didapatkan setelah
yang bersangkutan dinyatakan lulus oleh tim penilai. Pengobat tradisional asing
tidak diperkenankan berpraktek langsung ke masyarakat Indonesia melainkan hanya
sebagia konsultan dalam rangka transfer ilmu pengetahuan kepada pengobat
tradisional Indonesia.
REORGANISASI DI KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010
Dalam rangka menjawab tantangan mengenai perkembangan
pelayanan kesehatan tradisional yang sudah sangat berkembang pesat di
masyarakat, Kementerian Kesehatan telah merencanakan untuk melakukan perubahan
struktur organisasi dengan peningkatan dari eselon 3 menjadi setingkat eselon 2
untuk program Pelayanan Kesehatan Tradisional. Reorganisasi yang telah
direncanakan yaitu penggabungan Subdit Bina Upaya Kesehatan Tradisional, Ditjen
Bina Kesehatan Masyarakat dengan Subdit Pelayanan Medik Alternatif dan
Komplementer, Ditjen Pelayanan Medik menjadi Direktorat baru yaitu Direktorat
Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer. Perubahan
ini diharapkan akan memberikan sumbangsih penanganan pelayanan kesehatan
tradisional di Indonesia lebih baik dari sebelumnya.
Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam
pelayanan kesehatan tradisional di Indonesia sangat banyak dan beragam
jenisnya. Sudah saatnya kita mulai mendayagunakan sumber daya tersebut untuk
kita manfaatkan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Di dunia
internasional sementara ini yang telah memanfaatkan potensi pengobatan
tradisional antara lain negara cina, vietnam, korea, jepang sangat berkembang
dengan pesat. Kita berharap Indonesia yang mempunyai kekayaan alam yang
melimpah sebagai bahan baku herbal (obat ramuan tradisional) bisa dimanfaatkan
seoptimal mungkin sehingga dapat bersaing dengan negara-negara tersebut.
Paradigma pelayanan kesehatan tradisional saat ini sudah sangat pesat seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Mari kita
bersama-masa mewujudkan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya bagi kesehatan serta tidak
bertentangan dengan norma agama dan budaya yang ada di Indonesia.
Sumber artikel ini dari
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/3133