Tampilkan postingan dengan label pendidikan politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan politik. Tampilkan semua postingan

Senin, 27 Juni 2011

SENTRALISASI GURU INDONESIA PERLU KAH ???

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, kenapa mendapat sebutan begitu karena guru adalah kata yang sakral buat penjaga dan pengemban untuk mengembangkan moral dan etika. Guru bukan hanya transfer of knowledge, namun lebih dari itu sebagai  transfer of moral and etic, bagi  generasi yang akan datang.
Kejujuran  pada setiap orang harus ditekankan, semua elemen bangsa ini  harus mawas diri (bertanya kepada diri sendiri). Tidak cukup bangsa (masyarakat) ini  melimpahkan masalah kejujuran dan kebohongan hanya kepada Polisi, Hakim, Jaksa, Presiden (Gubernur, Bupati/Wali Kota, Camat, Lurah), Partai Politik dan kepada yang terhormat para guru. Semua ini terbentuk oleh masyarakat dinamika masyarakat melalui 1.Proses pemilu, 2.Proses pendidikan, 3.Proses interaksi masyarakat.
Dinamika pertama Proses pemilu. Dalam proses pemilu yang dijalankan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1955 sampai sekarang telah mengalami banyak perubahan dan berbagai sistem yang dianut/dipakai dalam penyelenggaran pemilu. Tentu hasil yang diperoleh dari proses ini diharapkan akan menghasilkan atau dapat menjaring orang-orang (kader-kader) bangsa yang bermutu dengan kualitas yang tinggi. Namun proses ini juga jauh dari angan, semua proses pemilu calon harus mengeluarkan uang yang besar. Dan calon yang mengeluarkan (banyak uangnya) justru yang jadi atau mendapatkan kemenangan.

Ada kampanye ambil uangnya, pilih yang baik (bebas pilih) namun itu tidak terbukti benar karena mesti calon yang banyak mengeluarkan modal dalam pemilu kebanyakan menang. Orang sudah lupa ketika pemilu usai, mereka tidak dapat menagih janji karena mereka memilih karena ada uangnya. Justru yang mereka terpilih itu dapat menagih janji karena mereka telah memberikan atau membeli suara mereka maka jangan proteslah. Setelah menjabat mereka akan berpikir cara mengembalikan modal dalam proses yang dinamakan PEMILU itu.
Semua proses pemilihan pemimpin atau pejabat kita melalui mekanisme yang beruang banyak. Semua bentuk kampanye dengan modal besar, sehingga ada nilai yang harus dikorbankan yang seharusnya untuk rakyat, dipakai untuk mengembalikan modal awal dulu. Dengan proses ini sebenar caranya tidak salah hanya masyarakat harus melakukan secara jujur pada diri sendiri mana yang benar-benar baik itu yang dipilih. Masyarakat diminta jujur oleh keadaan untuk sekarang ini.

Dinamika kedua proses pendidikan. Dalam proses pendidikan juga ada yang lucu juga, anak diminta mencontek oleh gurunya. a.Apakah sebenarnya ini adalah efek dari ketidakberdayaan oleh semua pihak karena sudah tersandra oleh yang namanya modal atau materi, yang terwujud dalam kekuasaan dan ketakutan. Guru takut karena ditekan atau diperintah oleh kepala dinas pendidikan, kepala dinas takut sama bupati/wali kota, bupati/walikota takut sama partai yang mengusung. Partai takut kalau tidak berhasil akan kalah dalam pemilu berikutnya, jadi kayak berurutan.
Kemudian dunia pendidikan menjadi ajang manipulasi dan kebohong karena hanya untuk kepentingan beberapa orang saja. Namun tindakan ini menghancurkan generasi penerus bangsa ini. b.Bentuk ketakutan orang tua juga dapat terwujud dalam pendidikan, memalsukan data kelahiran siswa (akta lahir) perubahan usia supaya bisa masuk SD segera, pemalsuan data kartu keluarga, supaya dapat masuk sekolah yang ada kota maka anak diikutan kartu keluarga yang ada di kota. Secara adminstrasi tidak salah karena ini siasat, namun sebenarnya apa yang dilakukan adalah bentuk dari penipuan atau ketidakjujuran.

Dinamika ketiga interaksi dalam masyarakat. Dalam masyarakat jika seseorang yang berhasil jadi anggota contoh polisi, pasti diberikan selamat dan disanjung. Walaupun masyarakat sudah tahu atau mengerti betul jika untuk menjadi polisi itu dia harus menjual beberapa petak tanah atau kekayaan lainnya. Namun masyarakat akan bergerak seperti dikomando ketika kesalahan kecil seperti pencuri sandal atau ayam. Padahal investasi atau modal yang dikeluarkan oleh mereka itu akan ditutup oleh mereka dalam masa jabatannya dan masih bertanggungjawab untuk menyediakan modal untuk kampanye masa berikutnya.

Kalau merenung siapa yang salah ketemunya juga masyarakat sendiri, kenapa berbuat begitu, hanya berpikir jangka pendek dapat uang dari para kader calon. Masyarakat dalam posisi memilih yang memberikan keuntungan jangka pendek, bukan berpikir masa yang akan datang. Pertanyaannya apakah itu juga berlaku bagi guru dan para pejabat kita?

Atas pertimbangan guru telah menjadi korban dinamika politik lokal, maka menteri pendidikan nasional Muhammad Nuh berencana masalah pendidikan beberapa sector pendidikan ke pusat.  Posisi guru adalah sangat rawan dalam dinamika politik daerah, untuk ditarik ke wilayah politik. Guru harus mengajar yang benar dan luhur kepada siswanya, tidak mengajak atau condong ke salah satu partai.

Sumber;// dari Kedaulatan Rakyat, Jumat, 24 juni 2011, halaman 10.


Twitter Delicious Digg Favorites More