Selasa, 11 September 2012

Sumpah dan Janij Anggota DPR MPR Indonesia


Sumpah-Janji  Anggota DPR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
  1. Anggota berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang.
  2. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam rapat paripurna DPR.
  3. Anggota yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan DPR.
Masa jabatan anggota adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 8
  1. Setiap anggota, kecuali pimpinan MPR dan pimpinan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi.
  2. Setiap anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat merangkap sebagai anggota salah satu alat kelengkapan lainnya yang bersifat tetap, kecuali sebagai anggota Badan Musyawarah.
Bagian Kedua
Tata Cara Pengucapan Sumpah/Janji
Pasal 9
Tata cara mengucapkan sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) adalah:
  1. anggota didampingi oleh rohaniwan sesuai dengan agama masing-masing;
  2. dilakukan menurut agama, yakni:
    1. diawali dengan ucapan "Demi Allah" untuk penganut agama Islam;
    2. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" untuk penganut agama Kristen Protestan/Katolik;
    3. diawali dengan ucapan "Om atah Paramawisesa" untuk penganut agama Hindu; dan
    4. diawali dengan ucapan "Demi Sang Hyang Adi Budha" untuk penganut agama Budha.
  3. setelah mengakhiri pengucapan sumpah/janji anggota menandatangani formulir sumpah/janji yang telah disiapkan.
Pasal 10
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) adalah sebagai berikut: ”Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan eraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Anggota
Pasal 11
Anggota mempunyai hak:
  1. mengajukan usul rancangan undang-undang;
  2. mengajukan pertanyaan;
  3. menyampaikan usul dan pendapat;
  4. memilih dan dipilih;
  5. membela diri;
  6. imunitas;
  7. protokoler; dan
  8. keuangan dan administratif.
Pasal 12
Anggota mempunyai kewajiban:
  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
  2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
  3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
  5. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
  6. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;
  7. menaati tata tertib dan kode etik;
  8. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;
  9. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
  10. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
  11. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Bagian Keempat
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 13
  1. Anggota berhenti antarwaktu karena:
    1. meninggal dunia;
    2. mengundurkan diri; atau
    3. diberhentikan.
  2. Anggota diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
    1. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun;
    2. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR;
    3. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
    4. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
    5. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
    6. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
    7. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai MPR, DPR, DPD dan DPRD;
    8. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
    9. menjadi anggota partai politik lain.
Bagian Kelima
Penggantian Antarwaktu
Pasal 14
  1. Anggota yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 digantikan oleh calon anggota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
  2. Dalam hal calon anggota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota, anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
  3. Masa jabatan anggota pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang digantikannya.
Bagian Keenam
Tata Cara Penggantian Antarwaktu
Pasal 15
  1. Pimpinan DPR menyampaikan nama anggota yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU.
  2. KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) kepada pimpinan DPR paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPR.
  3. Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPR menyampaikan nama anggota yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada Presiden.
  4. Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama anggota yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan Presiden.
  5. Sebelum memangku jabatannya, anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan DPR, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10.
  6. Penggantian antarwaktu anggota tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.
Bagian Ketujuh
Pemberhentian Sementara
Pasal 16
  1. Anggota diberhentikan sementara karena:
    1. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau
    2. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus .
  2. Dalam hal anggota dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota.
  3. Dalam hal anggota dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diaktifkan.
  4. Anggota yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu.
Bagian Kedelapan
Tata Cara Pemberhentian Sementara
Pasal 17
Tata cara pemberhentian sementara anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) adalah:
  1. pimpinan DPR mengirimkan surat untuk meminta status seorang anggota yang menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana, dari pejabat yang berwenang;
  2. pimpinan DPR setelah menerima surat keterangan mengenai status sebagaimana dimaksud dalam huruf a diteruskan kepada Badan Kehormatan;
  3. Badan Kehormatan melakukan verifikasi mengenai status anggota sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan diambil keputusan;
  4. keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilaporkan kepada rapat paripurna untuk mendapat penetapan pemberhentian sementara; dan
  5. keputusan rapat paripurna sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan kepada partai politik anggota yang bersangkutan.
Sumber dari http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/tata-tertib/bab-3


0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar yang bersifat memberikan sanggahan, dan tambahan informasi atau referensi lainnya. Kami mengharapkan ada manfaat bagi anda dari websites ini. Terima kasih banyak atas kunjungan saudara.

Please provide comments that are providing rebuttal, and additional information or other reference. We expect these websites beneficial to you. Thank you very much for your visit.

Twitter Delicious Digg Favorites More